“Kita bisa merevisi UU Pilkada dengan memperkuat penegakkan hukum atas politik uang. Kita berbusa-busa menyampaikan biaya pilkada langsung mahal, tetapi kita tidak membenahi sistem penegakkan hukumnya,” tuturnya.
Said menawarkan pembenahan sistem hukum yang lebih komprehensif. Ia mendorong dibentuknya criminal justice system dalam konteks pelanggaran pemilu, khususnya politik uang yang dianggap paling dominan.
“Kita perlu perkuat Bawaslu, mereka harus memiliki aparat penyidik independen, atau bisa melibatkan KPK khusus dalam penanganan politik uang. Yang menerima dan yang memberi bisa disanksi pidana lebih berat, dan kandidatnya dibatalkan pencalonannya,” tegasnya.
Selain itu, Said mendorong adanya peradilan ad hoc khusus penanganan politik uang di setiap daerah.
Menurutnya, tahapan pilkada dan pemilu yang berlangsung serentak berpotensi membuat praktik politik uang berlangsung masif dan sistematis.
“KPK dan Bawaslu bisa melibatkan para akademisi dan praktisi hukum sebagai penyidik ad hoc dalam penanganan politik uang. Karena pilkada dan pemilu serentak, maka politik uang bisa berlangsung massif, sistematis dan serentak. Oleh sebab itu, perlu aparatus yang juga kredibel, dan berjumlah banyak,” ungkap Said.


