Menurutnya, seluruh elemen dalam tarian ini dirancang untuk menyampaikan filosofi pengajaran.
Nama-nama gerak seperti adagium titong, toing, dan toming bukan sekadar bunyi, melainkan simbol dari proses belajar yang berakar kuat pada budaya lokal.
Salah satu formasi dalam tarian adalah Lodok yang melambangkan persatuan dan gotong royong, sebagaimana termaktub dalam semboyan Nai ca anggit, tuka ca leleng (satu hati, satu tujuan).
“Kita ingin seluruh lapisan masyarakat bersatu mendukung metode Gasing dan program pendidikan lainnya. Melalui tarian ini, kami mencoba menerjemahkan semangat itu ke dalam gerak,” ujar Irna.
Formasi lainnya adalah formasi bulatan yang merepresentasikan Compang—altar budaya dalam tradisi Manggarai—sebagai simbol harapan agar pendidikan di Manggarai terus tumbuh, berakar kuat pada nilai-nilai lokal, dan berkembang seiring zaman.
“Seperti dalam Filosofi orang Manggarai, tebar wua, wecak wela, cing ngger sili, wela ngger peang, sili-sili cing, peang-peang wela, menggambarkan perkembangan pendidikan di Manggarai, harus seiring dengan perkembangan zaman,” katanya.
Selain Lodok dan Compang, Irna juga menyebutkan adanya formasi bulatan seperti Rumah dalam tarian Sae Gasing.