JAKARTA– Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang dipakai Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Pemilu 2024 mengalami beberapa masalah yang menimbulkan perhatian banyak pihak.
Setidaknya ada tiga masalah utama yang muncul, yaitu kesalahan dalam mengonversi foto dokumen hasil penghitungan suara, petugas KPPS mengalami kesulitan akses, dan aspek keamanan aplikasi.
Mantan Komisiomer Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2012–2017, Hadar Nafis Gumay mendorong audit atas Sirekap.
Karena hal yang aneh bila suara di satu tempat pemungutan suara (TPS) melebihi dari 300.
Padahal sesuai UU Pemilu bahwa pada satu TPS maksimal jumlah pemilih 300 orang.
Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Netgrit) tidak menduga akan terjadi penggelembungan suara, karena sejak lama telah mengingatkan KPU untuk mempersiapkan sistem perhitungan suara Pemilu 2024 dengan baik.
“Penggunaan teknologi, bukan hal baru karena Sirekap telah digunakan saat Pilkada tahun 2020,” imbuhnya.
Dia juga menyindir KPU yang menetapkan ribuan daftar calon tetap (DCT) yang diajukan parpol untuk Pemilu 2024 tapi tidak memenuhi syarat memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan.
“Angka 30% ini bukan dari total caleg dari satu parpol, tapi pada satu daerah pemilihan atau dapil. Tiga puluh persen itu harus ada di setiap dapil, sebetulnya komisioner KPU tahu itu tetapi mereka tidak mampu menolak parpol dan DPR, akhirnya diloloskan,” ujar Hadar.