JAKARTA-Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Deddy Sitorus mengungkapkan, ada upaya menggemboskan hak angket dengan ancaman individu.
Hal itu merupakan praktik yang kerap dilakukan saat pemerintahan Orde Baru, di mana siapa pun yang tidak sejalan dengan Presiden Soeharto akan diinjak atau dihilangkan.
Padahal, lanjutnya, hak angket bukan soal siapa yang menang, berapa suara yang diperoleh, melainkan tentang bagaimana pemerintah atau penguasa bertanggung-jawab dalam penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil, serta langsung, umum, bebas, dan rahasia (jurdil dan luber).
“Harus dicatat belum ada hasil pemilu yang sudah ditetapkan KPU, sehingga jangan anti dulu ketika hak angket ini diajukan untuk membongkar soal berbagai dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu,” tutur Deddy yang Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP).
Dia mengungkapkan, hak angket memiliki setidaknya 5 fungsi positif.
Pertama, memungkinkan lembaga legislatif melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah maupun badan eksekutif lainnya.
Kedua, dapat meningkatkan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun kekuasaan.
Ketiga, membantu memastikan akuntabilitas pemerintah atau penyelenggara kekuasaan kepada rakyat.
Keempat, hasil dari proses angket dapat digunakan sebagai dasar perbaikan kebijakan atau prosedur dalam penyelenggaraan kekuasaan.
Kelima, menjadi sarana pendidikan politik kepada masyarakat.
Hal ini lah yang melatarbelakangi PDI Perjuangan mengusung hak angket terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk menyelidiki apakah prosesnya berjalan secara demokratis dan tidak melibatkan intervensi kekuasaan.
“Bagi PDI Perjuangan hak angket bukan hanya soal perolehan suara, atau siapa yang menang dan kalah, tetapi bagaimana agar semua proses busuk dalam Pemilu 2024 tidak lagi terulang,” tutur Deddy.
Dia menambahkan, sekarang tim dari paslon 3 sedang mengumpulkan alat bukti untuk mendukung pengajuan hak angket di DPR.
Langkah yang sama juga dilakukan tim pemenangan Paslon 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Menurut Deddy, seharusnya langkah yang sama juga dilakukan tim kemenangan nasional (TKN) paslon 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka karena hal itu menyangkut legitimasi dari klaim kemenangan mereka di Pilpres 2024.
“Saya rasa ini bukan soal perjuangan paslon 1 dan paslon 3, tapi juga paslon 2 supaya nantinya pas 20 Oktober 2024 ketika pelantikan presiden ini akan menjadi catatan sahnya pemerintah yang tidak diperdebatkan lagi legitimasinya,” kata Deddy.