JAKARTA-Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Hamid Awaluddin mengingatkan bahwa demokrasi juga berdiri di atas keadilan, di mana kesempatan terbuka bagi semua orang dan tidak ada yang mendapatkan hak istimewa atau diistimewakan (priviledge).
Pernyataan itu, disampaikan Hamid untuk mengkritisi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wapres paslon nomor urut 2, yang diframing seolah-olah ada penolakan elit politik terhadap orang muda untuk memimpin Indonesia.
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu mencontohkan Susi Susanti yang menjadi juara tunggal putri di Olimpiade saat berusia 21 tahun.
Begitu juga dengan Lionel Messi yang membawa Argentina menjadi juara dunia saat berusia 35 tahun.
Publik mengagumi pencapaian Susi Susanti dan Lionel Messi bukan karena usia mereka yang masih muda, melainkan karena prestasi yang ditorehkan merupakan buah dari perjuangan panjang yang dilakukan keduanya.
“Ironisnya proses naiknya Gibran menjadi wapres tidak melalui jalur prestasi, tetapi tiba-tiba melejit dan mengorbankan atau menutup pintu bagi orang lain yang telah berkeringat atau berinvestasi politik,” ungkap Hamid.
Dia mengungkapkan, orang-orang Golkar yang tiba-tiba mencalonkan Gibran padahal Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto sudah 2 tahun mengiklankan diri mau maju di Pilpres 2024, bukan hanya menimbulkan tanda tanya, tetapi juga melahirkan ketidakadilan dalam demokrasi.
“Kira-kira fair enggak dalam demokrasi? Ya tidak dong, masa ada orang yang tidak investasi di partai politik itu tiba-tiba ke atas sementara orang yang berinvestasi tidak dapat apa-apa? fairness-nya tidak ada,” kata Hamid.
Menurut dia, pencalonan Gibran jangan disepelekan dengan framing seolah-olah para elit politik tidak senang kalau anak muda menjadi pemimpin negara, sehingga persoalan mendasar jadi terlupakan.
Mantan Dubes RI untuk Rusia itu menjelaskan, persoalan mendasar dari pencalonan Gibran sebagai wapres adalah prestasi, investasi sosial, dan politik yang tidak digubris, sehingga Gibran mendapatkan hak-hak istimewa melampaui warga negara yang lain yang sudah melakukan investasi politik untuk kontestasi pemilu.
“Ingat ya, demokrasi itu adalah soal fairness karena kesempatan terbuka bagi semua orang, tidak boleh ada orang mendapatkan hak istimewa dan menutup peluang orang lain. Itu yang ingin saya katakan dan itu pekik saya terhadap situasi yang ada saat ini,” tutur Hamid.