JAKARTA– Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mendukunglangkah politik PDI Perjuangan, Nasdem, PKB dan PKS mendorong penggunaan hak Angket atau Interpelasi atau hak Menyatakan Pendapat oleh DPR.
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus menilai, langkah politik itu sangat tepat, urgent, strategis dan konstitusional sehingga memerlukan dukungan publik yang meluas.
Alasannya karena tidak semua bentuk pelanggaran pemilu dan tidak semua pelaku dan korban pelanggaran pemilu/Pilpres kasusnya dapat diselesaikan lewat Mahkamah Konstitusi (MK), kecuali peserta pemilu yang secara limitatif ditetapkan oleh UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Fakta-fakta pemilu curang di berbagai tempat menunjukan terjadi pelanggaran pemilu oleh peserta pemilu (Partai Politik, Perseorangan dan Pasangan Capres-Cawapres) dan oleh Penyelenggara Pemilu yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan massive (TSM),” jelas Petrus di Jakarta, Jumat (23/2).
Menurutnya, Langkah politik diperlukan mengingat MK sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilu, berada dalam posisi tidak merdeka dan mandiri akibat Nepotisme dan Dinasti Politik.
“Apalagi di MK masih ada Anwar Usman, Hakim Konstitusi yang adalah Ipar Presiden Jokowi atau Paman Cawapres Gibran Rakabuming Raka,” tegasnya.
MK JADI SARANG NEPOTISME
Oleh karena kewenangan MK yang terbatas dan berada dalam permasalahan Nepotisme dan Dinasti Politik, sehingga tingkat ketidakpercayaan publik terhadap MK semakin luas dan merata.
Dengan demikian, penggunaan hak Angket atau hak Interpelasi bahkan hak Menyatakan Pendapat oleh DPR menjadi sangat penting, urgent dan strategis.