JAKARTA-Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro mengkritik keras Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal utang.
Pasalnya, “Jokowi mewariskan” utang jumbo ke pemerintahan baru hasil pemilu 2024 ini yaitu pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Miris saya melihat managemen pengelolaan pemerintahan ini. Tengok saja, utang negara di era pemerintahan Jokowi ini jauh lebih besar dibandingkan periode presiden sebelumnya. Dan ini sangat berbahaya,” ujar Sasmito di Jakarta, Jumat (23/2).
Berdasarkan data, pada saat transisi antara pemerintahan Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2014, utang pemerintah sebesar Rp 2.608 triliun, setara dengan 24,68% dari produk domestik bruto (PDB).
Namun, pada tahun 2023, utang pemerintah di bawah pemerintahan Jokowi melonjak menjadi Rp 8.041 triliun, empat kali lipat dari posisi sebelumnya.
Akibatnya, rasio utang pemerintah pada akhir 2023 mencapai 38,11% dari PDB.
Meskipun posisi ini mengalami penurunan setelah mencapai puncak tertingginya pada tahun 2021 sebesar 41%.
Menurut Sasmito, utang menggunung ini menjadi ancaman bagi masa depan bangsa.
APBN katanya kian tergerus untuk membayar hal yang tidak produktif seperti membayar utang yang sangat besar ini.
Hal ini mengakibatkan upaya menggerakan sektor produktif bagi rakyat menjadi terbatas.
Pasalnya, APBN yang bersumber dari pajak rakyat ini dipakai membayar utang.
“Tumpukan utang jumbo warisan Jokowi ini memperihatinkan. Kasihan generasi anak cucu kita mau diwarisi utang ribuan triliun oleh rezim Jokowi. 10 tahun terakhir Jokowi berkuasa menambah utang negara ribuan trilunan,” ujarnya.
Dia menilai, tumpukan utang di era Jokowi membuat rakyat semakin tidak percaya dengan semua janji politik saat kampanye pilpres beberapa tahun lalu.
Sebelumnya, salah satu janji Pilpres Jokowi tidak akan menambah utang negara kalau terpilih menjadi presiden.
Namun ternyata hanya bohong belaka. Terbukti, Jokowi doyan berutang.
Bahkan utang pemerintah terus meningkat selama masa pemerintahan Jokowi.
Ironisnya, kenaikan utang ini tidak diimbangi oleh pertumbuhan penerimaan negara dan rasio pajak yang seharusnya mengikutinya.
Menurutnya, pertumbuhan utang pemerintah lebih tinggi daripada rasio pajak.
Bahkan, dalam sepuluh tahun terakhir, kinerja rasio pajak tidak mengalami peningkatan yang signifikan, bahkan cenderung menurun, meskipun pemerintah telah melaksanakan program pengampunan pajak atau tax amnesty.
Di sisi lain, rasio pajak Indonesia saat transisi pemerintahan pada tahun 2014 adalah 13,1% dari PDB.
Namun, pada akhir 2023, rasio pajak turun menjadi 9,61% dari PDB.
Ketidakseimbangan antara pertumbuhan utang dan rasio pajak akan berdampak pada beban utang yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Selain itu, indikator pengelolaan utang pemerintah juga telah melampaui batas yang direkomendasikan.
Menurutnya, tumpukan utang ini menjadi bom waktu bagi masa depan Indonesia.
“Ini disebabkan tata kelola keuangan negara yang amburadul,” terangnya.
Jokowi Gagal
Selain gagal membangun politik yang bersih, Sasmito yang juga pemrakarsa Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) ini menilai pemerintahan ini juga tidak mampu membawa bangsa ini keluar dari jerat kemiskinan.