JAKARTA-Koalisi Masyarakat Sipil sudah menemukan kejahatan pemilu (electoral evil) bersifat terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) mulai terlihat sebelum pemilu digelar.
Hal ini tercrmin dari jumlah kasus pelanggaran sejak penetapan paslon pada 18 November 2023 hingga masa tenang terjadi lonjakan hampir 300 persen dibandingkan jumlah kasus pada periode pemantauan Mei-Oktober 2023.
Bahkan, sehari sebelum presiden mengeluarkan kebijakan ‘politik gentong babi’ dengan menaikkan tunjangan Bawaslu.
“Kebijakan tersebut patut dipersoalkan karena nyata-nyata merupakan upaya untuk menaklukkan Bawaslu,” kata Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil Halili Hasan dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (16/2/2024).
Dalam konteks itu, pelanggaran masif yang terjadi pada hari pencoblosan dan pasca-pencoblosan menunjukkan bahwa kejahatan sebelum hari pencoblosan berlanjut.
Kejahatan Pemilu dalam bentuk intimidasi, sebagaimana diakui Bawaslu untuk mendukung Paslon 02, salah input sebagaimana diakui KPU dan pencurian suara serta penggelembungan suara untuk Paslon 02 pada Sirekap KPU, pencoblosan Paslon 02 oleh KPPS, dan orang-orang tidak bertanggungjawab atas perintah KPPS atau aparat desa menunjukkan bahwa Pemilu 2024, khususnya Pilpres, tidak legitimate serta meruntuhkan kedaulatan rakyat dan demokrasi.
Reaksi Jokowi
Halili menegaskan, bahwa melaporkan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu dan MK, sebagaimana disampaikan Jokowi, adalah tindakan sia-sia.