JAKARTA-Salah satu tujuan transformasi manufaktur melalui penerapan industri 4.0 adalah untuk mengakomodasi perubahan perilaku konsumen.
Di industri makanan dan minuman (mamin), konsumen tidak hanya menginginkan produk yang sehat, tetapi juga menaruh perhatian pada keberlanjutan maupun tranparansi dari suatu produk.
Dengan transformasi digital, perusahaan industri akan mampu memprediksi perilaku konsumen, sehingga mendukung daya saing produk-produk yang dihasilkan.
“Sustainability, transparency, dan convenience merupakan tantangan yang saat ini dihadapi oleh industri mamin, selain kepatuhan terhadap standar yang berlaku, seperti SNI, Sertifikat Halal, maupun standar lainnya yang ditetapkan oleh BPOM,” ungkap Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika, di Jakarta, Sabtu (25/2).
Menurut Putu, industri mamin dapat memenuhi kriteria sustainability melalui penggunaan kemasan yang ramah lingkungan dan sumber bahan baku yang berkelanjutan.
Bentuk lain dari upaya ini adalah dengan pendirian industri daur ulang kemasan oleh produsen mamin. Putu mengatakan, hal ini merupakan inisiatif yang patut diapresiasi.
Selanjutnya, transparansi perlu terus ditingkatkan oleh para pelaku industri, misalnya mengenai bahan baku, takaran, maupun proses produksi.
Transparansi dapat diwujudkan melalui penyampaian informasi tersebut secara detail.
Hal ini bisa didukung oleh platform digital.
“Sedangkan untuk kenyamanan atau convenience bagi konsumen, produsen mamin dapat memberikan berbagai pilihan dalam mendapatkan produk-produk sesuai keinginan, seperti pilihan on-the-go, pengemasan sekali pakai, pilihan pemesanan dan pengiriman online,” jelas Putu.
Tren lain yang perlu diikuti oleh industri mamin adalah kebutuhan konsumen akan personalisasi produk.
Konsumen kini menginginkan produk yang bisa dikustomisasi, unik, dan cocok dengan kepribadian masing-masing.
Dalam hal ini, penerapan teknologi digital memungkinkan produsen untuk memprediksi perilaku konsumen.
Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis sejumlah besar data dari berbagai sumber, seperti pembelian online, media sosial, dan mesin pencari.
“Alat analitik canggih dan mesin algoritma yang mempelajari perilaku dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola dan tren dalam data ini, sehingga memberikan wawasan berharga tentang preferensi konsumen dan kebiasaan belanja,” Putu menerangkan.
Salah satu contoh yang relevan adalah bagaimana data dari pembelian makanan dan minuman secara online, baik dari layanan pesan antar melalui aplikasi transportasi daring, lokapasar (online marketplace), dan media sosial dapat dikumpulkan menjadi big data dan dianalisis lebih lanjut sehingga dapat memprediksi perilaku konsumen dan mengidentifikasi tren konsumen.