JAKARTA-Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait pelarangan mantan narapidana korupsi untuk maju sebagai calon legislatif (Caleg) pada Pemilu 2024 selama lima tahun setelah keluar dari penjara.
Hal ini sebagaimana termaktub dalam putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022, yang mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Dengan adanya putusan ini, seharusnya mengakhiri perdebatan antara penyelenggara Pemilu dengan partai politik yang pernah terjadi sebelumnya untuk melarang mantan napi menjadi caleg, namun ditolak oleh sejumlah parpol dalam Pemilu 2019,” kata salah seorang penggugat Donal Fariz, Rabu (30/11).
Pada kesempatan tersebut, Donal juga meminta KPU, Bawaslu dan partai politik untuk mematuhi putusan MK tersebut. Sebab, putusan tersebut mengikat secara keseluruhan.
“KPU, Bawaslu dan Parpol harus tunduk melaksanakan putusan MK ini,” tegas aktivis antikorupsi ini.
MK dalam putusannya melarang mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) selama lima tahun setelah keluar dari penjara. Hal ini sebagaimana tertuang dalam putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.
Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan putusan MK, ketentuan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu perlu diselaraskan dengan memberlakukan pula masa menunggu jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara yang berdasar pada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan adanya kejujuran atau keterbukaan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana sebagai syarat calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Suhartoyo melanjutkan, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang pernah menjalani pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik yang bersangkutan mantan terpidana sebagaimana diatur dalam norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu tersebut tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah dalam norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.