Oleh: Petrus Selestinus
Pembentukan Dewan Kolonel sebuah organ baru di luar struktur PDI Perjuangan yang diinisiasi oleh sejumlah kader Partai, seperti Trimedya Panjaitan dkk jelas sebagai tindakan insubordinasi.
Meski untuk mempopulerkan Puan Maharani di dapil para anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, namun langkah ini jelas memecah belah sesama kader Partai.
Mengapa, karena PDI Perjuangan jauh jauh hari sudah menyiapkan begitu banyak Organ untuk para kader mengaktualisasikan potensinya demi mewujudkan tujuan Negara, sesuai dengan Visi-Misi Partai menurut AD-ART.
Pembentukan Organ baru di luar Organ yang sudah ada di dalam AD-ART Partai, meski mengatasnamakan kepentingan Puan Maharani, patut diduga memiliki agenda terselubung atau sebagai duri dalam daging.
Jika kita membaca AD-ART PDI Perjuangan dengan cermat, maka di sana terdapat banyak Organ yang disediakan oleh PDI Perjuanganbagi kader-kadernya untuk berkarya, berjuang, mengabdi dan mempromosikan diri demi kepentingan Partai mewujudkan tujuan Negara, sesuai dengan Visi dan Misi Partai.
EMBRIO KEKUATAN INSUBORDINASI
Ada puluhan Organ Partai yang terstruktur, disediakan oleh AD-ART dan disahkan dalam Kongres Partai.
Pada BAB tentang Organisasi, kita temukan Organ, seperti, Fraksi Partai, Pusat Analisa dan Pengendali Situasi, Departemen Partai, Badan Partai, Badan Pertimbangan Partai, Badiklat, BP. Pemilu Partai, Komite Partai, Komunitas Juang, Satgas Partai dll.
Namun, mengapa kader-kader seperti Trimedya Panjaitan dkk enggan mengisi organ-organ Partai yang sudah ada.
Sebut saja “Komunitas Juang atau SATGAS” dll yang melembaga dalam struktur DPP PDI Perjuangan lantas membuat Organ ilegal, di luar sistem dan berpotensi menjadi insubordinasi di dalam Partai.
Padahal ada puluhan Organ tersedia di dalam Partai, tetapi dinafikan oleh Trimedya Panjaitan dkk atau apakah karena Trimedya dkk merasa sudah terbuang dari struktur, lantas membentuk “Dewan Kolonel” untuk mencitrakan diri atau mencari muka sebagai kader pejuang?.