Oleh : Joanes Joko
Satu dekade lalu sebuah perusahaan air minum kemasan meluncurkan serial iklan yang menggambarkan kesulitan mengakses air bersih di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) – lengkap dengan sederet aktifitas sosial melayani kebutuhan air warga setempat.
Saking gencarnya iklan tersebut, telinga kita, para pemirsa televisi, tak asing mendengar suara seorang bocah berkata : “Sekarang sumber air su dekat..”
Saya beruntung karena beberapa kali ke NTT pada musim kemarau.
Di balik eksotisme alam NTT, saya bisa mendengar secara langsung bagaimana upaya keras masyarakat bertahan hidup di musim kering.
Ini bukan hanya soal memperoleh aliran air untuk mengolah lahan pertanian. Tapi juga perjuangan hari demi hari mendapatkan air untuk kebutuhan basis hidup sehari-hari.
Lebih beberapa dekade Provinsi NTT merasa seolah di”anak-tiri”kan oleh pemerintah pusat dibandingkan saudaranya,Timor Timur –kini Republik Demokratik Timor Leste — yang mendapat perhatian serius terus-menerus, dipicu tekanan politik global pada waktu itu.
Pembangunan infrastruktur di NTT hanya sedikit di masa itu. Problem utama kekeringan lahan di wilayah ini tak mendapatkan solusi permanen.
Namun dalam kondisi tersebut mereka tetap setia dan menyebut diri sebagai bagian integral yang membanggakan dari bangsa dan tanah air Indonesia.