Oleh: Petrus Selestinus
Jaksa Agung RI perlu mengklarifikasi keterlibatan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT dan Tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), mengintervensi sengketa pemilikan lahan yang diklaim sebagai milik Pemda Mabar, dengan instrumen tindak pidana korupsi.
Padahal lahan yang diklaim belum punya alas hak dan masuk dalam ruang lingkup Pengadilan Perdata.
Masuknya Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT, dalam sengketa perdata, jelas sebagai intervensi kekuasaan yang melampaui batas wewenang Kejaksaan.
Terlebih-lebih menggunakan instrumen penyidikan Tipikor dalam perselisihan pemilikan lahan yang bersifat Perdata, belum tuntas proses pemilikannya, namun dikemas seolah-olah Pemda Mabar pemegang Hak yang sah.
Modus intervensi kewenangan Penyidik Tipikor ini, diharapkan agar ketika Penyidik menjerat pihak lain sebagai tersangka pelaku korupsi, maka Pemda Mabar akan dengan mudah memperoleh haknya atas lahan 30 Ha dimaksud melalui instrumen penyidikan Tipikor yaitu lahan dinyatakan dirampas untuk negara dengan takaran kerugian Rp 3 triliun.
Intervensi Kejaksaan Agung, menarik untuk dicermati, terlebih-lebih karena Kejaksaan Agung menerapkan “Standar Ganda”, ketika ada klaim Pemerintah atas pemilikan lahan yang dikuasai pihak swasta, Kejaksaan Agung selalu bersikap pasif.